Madrasah Se NTB Dipaksa Beli Buku Oleh Kemenag - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

Madrasah Se NTB Dipaksa Beli Buku Oleh Kemenag

Mataram, KB.- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Profesor H. Saiful Muslim, MM, saat mengunjungi Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, mengaku tidak ada kaitan dengan kasus Kementrian Agama (Kemenag) soal proses pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada ribuan Madrasah di NTB.

Seperti yang diberitakan pada pekan lalu, terkait kasus pencairan dana BOS pada ribuan Madrasah Se NTB yang ditangani oleh Ombudsman RI Perwakilan NTB. Berkaitan dengan kunjungan Ketua MUI NTB di Ombudsman bahwa tidak ada hubungan dengan kasus tersebut lebih-lebih berkaitan Politik. Kunjungannya lebih kurang 1 Jam hanya silaturahmi biasa.

"Nggak ada kedatangan apa-apa, karena sudah lama nggak ketemu. Saya cari keseni, itu saja. Jadi tidak ada urusan politik apa lagi," jelas Saiful Muslim, Kamis (08/11/2018) di area Ombudsman.

Ketua MUI NTB, Saiful Muslim, MM mengatakan, bahwa tidak ada kaitan dengan kasus yang ada di Kemenag. "Oh ndak ada, saya bukan urusan itu. Saya sama sekali tidak ada urusan dengan pekerjaan. Pekerjaan saya atau beliau, jadi tidak. Tidak ada urusan itu," ujarnya.

Kemudian, Ketua MUI kembali mempertegaskan dalam kunjungannya di Ombudsman hanya kedatangannya secara pribadi tanpa kaitan dengan Organisasi, alasannya bahwa sudah lama tidak bertemu dengan Adhar Hakim, SH, MH Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB.

"Pribadi saya, saya pribadi karena sudah lama nggak ketemu. Jadi tidak ada kaitannya dengan organisasi, tidak ada kaitan dengan pekerjaannya beliau (Adhar Hakim) disini, sama sekali tidak ada. Saya datang hanya pengen ketemu, itu saja. Tidak ada hal-hal yang baru apalagi menyangkut orang, saya tidak dalam dikapasitas itu untuk membahas membicarakan hal itu," katanya.

Selanjutnya, Adhar Hakim menghargai yang dilakukam oleh Ditreskrimsus Polda NTB dan akan menyerahkan bukti-bukti baru.

"Kami sangat menghormati kebutuhan-kebutuhan kerja dalam hal pembuktian yang sedang dilakukan oleh rekan-rekan kami di Ditreskrimsus Polda NTB. Oleh sebab itu, pilihan kami yang paling baik adalah membackup itu dengan memberikan data-data temuan kami dapatkan dan terus bertambah," ujar Adhar Hakim.

Ombudsman RI Perwakilan NTB telah menerima bukti-bukti seperti WA (WhatsApp) yang berisi pemaksaan.

"Saat ini kami sudah menerima sangat banyak sekali data-data, bukti-bukti akurat dari kawan-kawan di lapangan. Kami hanya bukti saja dari beberapa Madrasah, itu memberikan kepada kami misalnya bukti-bukti WA berisi paksaan-paksaan struktur ada di Kemenag, jadi terbukti," ungkapannya.

Lanjutnya, "dugaan maladministrasinya subjektif bahwa ini salah satu penyalahgunaan kewenangan, kesalahan dalam melakukan prosedur. Saya sampaikan juga di Ombudsmen semakin klir (clear) bukti-bukti maladministrasinya," kata Adhar Hakim.


Adhar Hakim, menjelaskan bahwa Ombudsman akan berkoodinasi sampai ke pusat, "Kami sekarang sedang melakukan apa yg kami sebut di gelar internal untuk memutuskan apakah kami akan cukup menyampaikan pada level atau kami berkoodinasi dengan pusat untuk mendorong rekomendasi," ungkapnya.


Pihak Ombudsman sudah banyak menemukan bukti maladministarasi bahwa ditemukan adanya pemaksaan terhadap madrasah untuk membeli buku di salah satu Perusaan.

"Dirana maladministrasi ini, skemanya itu adalah adanya unsur pemaksaan pada madrasah-madrasah untuk membeli buku di perusahaan tertentu," pungkasnya.

Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Dalam SK Dirjen itu tertuang juklak juknis, madrasah bebas untuk membeli buku kepada siapa pun.

"Sesuai juknis mestinya madrasah-madrasah bebas, boleh dia beli kepada siapa pun. Kemudian Dirjen Pendidikan Islam di dalam SK Dirjen itu," pungkasnya. (KB-03)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.