Kepala IFK Dimutasi, Maman Soroti Kebijakan Bupati Bima - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

Kepala IFK Dimutasi, Maman Soroti Kebijakan Bupati Bima

Bima, KB.- Selasa (12/03/2019) pagi tadi, Pemerintah Kabupaten Bima, kembali melakukan reformasi birokrasi, yakni Rotasi, Mutasi dan Promosi. Kali ini, 105 orang pejabat Eselon IV resmi dilantik Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE, di Halaman Kantor Bupati Bima.

Muhammad Aminurlah, SE.
Anggota DPRD Kabupaten Bima, yang juga ketua Komisi IV, Muhammad Aminurlah, SE, menduga ada indikasi lain dibalik rotasi dan mutasi jabatan tersebut yang dilakukan oleh Bupati Bima tadi pagi. Yakni, berkaitan dengan polemik soal pengadaan obat senilai Rp. 3,6 Miliyar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima.

Lelaki yang biasa disapa Maman ini mengungkapkan, yang memiliki wewenang terkait kebijakan tersebut, tentu Bupati juga Sekda. Namun, mengapa Rotasi dan Mutasi Jabatan itu, dilakukan saat kondisi seperti sekarang ini.

"Itu memang haknya Bupati, hak pak Sekda. Tapi, tentunya tidak sekarang seharusnya. Apalagi sedang ada persoalan terkait pengadaan obat di Dikes itu. Jangan karena Kepala IFK itu tidak mau tandatangan hasil pengadaan obat di tahun 2018 dan disuruh tandatangan tahun 2019, itu menjadi pemicu sehingga Kepala IFK tersebut dimutasi atau diamputasi ke tempat lain gitu loh," ungkapnya, Selasa  (12/03/2019).


Dilanjutnya, ia melihat kebijakan tersebut tidak sesuai dengan fokus pendidikannya Yuni. Karena itu, dirinya mengindikasikan hal tersebut sebagai kebijakan yang tidak berdasarkan pertimbangan baik.

"Itu sebenarnya harus sesuai dengan profesional orang. Kenapa tidak dibawa ke tempat yang sesuai dengan background pendidikannya. Atau seperti di rumah sakit, ke Rumah Sakit Umum Daerah mungkin, sesuai dengan fokus pendidikannya. Anak itu kan, jurusunnya dulu, Manajemen Rumah Sakit, mengambil Pasca Sarjana di Universitas Indonesia (UI), lulusan terbaik lagi. Nah, kenapa tidak dibawa kesana. Jangan karena dendam karena dia tidak mau tandatangan itu, sehingga itulah yang menjadi dasar dari keputusan kebijakan tersebut. Karena daerah ini, bukan punya nenek moyangnya, Daerah ini harus dikelola dengan baik," bebernya.

Ditambahnya, dalam mengelola daerah, mesti harus dilihat dari unsur kebutuhannya. Artinya menurut dia, segala bentuk kebijakan itu, harus melalui pertimbangan-pertimbangan yang mumpuni.

"Kalau daerah ini dia anggap sebagai punya nenek moyangnya, ya sudah dikelola saja sendiri. Ini kan sebenarnya, karena ada kepanikan. Nah, contohnya sekarang banyak ASN yang sudah diberhentikan gajinya karena perbuatan yang menyimpang itu. Lalu, kalau dia disuruh paksa untuk menandatangani hasil pengadaan obat itu, yang fisik obatnya dia tidak tahu, nanti yang akan tanggungjawabkan itu tentu dia sendiri bukan mereka. Siapa coba yang mau jebloskan diri ke penjara dan diberhentikan gajinya seperti 5 ASN yang sudah diberhentikan gajinya itu," terangnya.

"Harusnya Bupati dan pak Sekda arif dalam mengambil kebijakan. Jangan secara emosional dalam mengambil kebijakan, harusnya begitu," tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda), Drs. H. Taufik, yang dikonfirmasi pada hari yang sama, mengaku, kebijakan-kebijakan itu, berdasarkan pertimbangan melalui prosedur dan juga memenuhi unsur kebutuhan.

"Keputusan Bupati itu sudah melalui mekanisme dan segala pertimbangan-pertimbangan, juga dilihat dari kebutuhan," ucap Sekda.

Dilanjutnya, mutasi jabatan tersebut, tidak ada kaitannya dengan polemik yang sedang hangat sekarang ini. "Hasil kebijakan ini tidak ada unsur balas dendam atau yang berkaitan dengan polemik di Dikes itu, ini murni atas kebijakan Bupati dan melalui mekanisme yang ditetapkan," tutupnya. (KB-07)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.