Diskusi Tingkat Nasional, Ketua Lembidara Jadi Narasumber - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

Diskusi Tingkat Nasional, Ketua Lembidara Jadi Narasumber

Kota Bima, KB.- Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) yayasan Paramadina Jakarta beberapa waktu lalu telah menyelesaikan penelitian dengan tema "Kekerasan Ekterimisme di Indonesia: Pelajaran dari Poso dan Bima". Hasil penelitian ini dituliskan dalam dua laporan masing-masing mengenai Poso Sulawesi Tengah dan Bima Nusa Tenggara Barat.

Untuk memperoleh masukan atas laporan dimaksud, Kamis (23/05/2019) PUSAD Paramadina, melaksanakan diskusi guna perbaikan. Diskusi ini menghadirkan narasumber dari Bima yakni Eka Iskandar dan Hamdi Direktur Pencegahan BNPT.

Kegiatan diskusi ini dihadiri oleh Sidney Jones dari Institute For Poicy Analysis Of Konflik (IPAC), Prof. Adlin Sila dari Balitbang Kemenag RI, Ma’arif Institute, pegiat LSM Indonesia yang bergerak pada bidang penelitain.

Kegiatan yang berlangsung di Hotel Morissey Jakarta Pusat ini dimulai pukul 13.00 Wita yang diakhiri dengan buka puasa bersama.

Narasumber asal Bima yang juga ketua Lembaga Bina Damai Resolusi Agama (Lembidara) H. Eka Iskandar Zulkarnain, M.Si., menyampaikan materi dalam rangka mempertahankan hasil penelitian tentang kekerasan dan upaya bina damai di Bima Nusa Tenggara Barat.

Kata Eka, di Bima ada 'orang-orang' yang dianggap sebagai aliran keras. Menurutnya, orang-orang seperti itu harus dirangkul dengan berbagai macam bina damai yang harus dilakukan oleh berbagai elemen. 

“Mereka saudara kita yang tidak boleh dijauhi. Hal ini untuk membina persaudaraan kita semua,” ungkap Eka.

Untuk membina persaudaran ini sambung Eka, 'orang-orang' aliran keras harus dibina dengan baik dan penuh dengan rasa persaudaraan. Stakeholder harus berupaya membantu dari sisi ekonomi agar mereka bisa menuju pada kehidupan yang layak.

“Kita tetap mengusulkan kepada stakeholder, karena ini wajib dan harus dilakukan,” terangnya.

Selain itu, Eka mengharapkan ikhtiar bersama untuk menciptakan iklim kehidupan yang kondusif dan mau menerima berbagai perbedaan untuk merajut persatuan dengan tanpa melihat latar belakang.

“Kita semua sama, dan kita semua bersahabat. Mari kita ciptakan kehidupan yang kondusif,” ajaknya.(KB-04)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.