Pernyataan Pihak CV Rahmawati Terbantahkan Fakta Dilapangan - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

Pernyataan Pihak CV Rahmawati Terbantahkan Fakta Dilapangan

Bima, KB.- Bola panas soal penjualan secara paket, antara Pupuk Subsidi dan Non Subsidi masih menjadi misteri bagi publik. Terlebih masalah harga penjualan yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).

Ilham (Warga Desa Kananta, Kecamatan Soromandi)


Sebelumnya, Aliansi Pemuda Madapangga (APM) menggelar aksi dengan tuntutan pencabutan izin CV Rahmawati. Aksi demontrasi itu pun didasari oleh masalah yang serupa, yakni penjualan pupuk secara paket dan harga diatas HET.

Aksi itu pun menuai tanggapan dari pihak CV Rahmawati. Melalui Wakil Direkturnya, Imam Nurmansyah, membantah terkait itu. Dikatakannya, tudingan dari masa aksi APM merupakan sesuatu yang tidak benar.

Baca >> Pupuk Dijual Paket, APM Tuntut Cabut Izin CV Rahmawati

Namun, pernyataan Pihak CV Rahmawati terbantahkan oleh fakta di lapangan. Salah seorang warga di Kecamatan Soromandi, Ilham, mengatakan, pola penjualan secara paket itu masih diterapkan sekarang ini.

"Kenyataannya kalau masyarakat membeli pupuk 10 sak didalamnya  ada 2 sak yang non subsidi. Sementara yang subsidi hanya 8 sak. Semua masyarakat Kananta mengalami proses yang sama," ungkapnya. Jum'at (25/12/2020). 

Baca >> Pihak CV Rahmawati Bantah Jual Pupuk Secara Paket


Lanjutnya, hal itu merupakan sesuatu yang dialami dirinya sekarang ini. Selain itu, harganya pun melebihi dari HET.

"Intinya berdasarkan pantauan saya dilapangan dan yang saya alami sendiri, bahwa penjualan paket itu masih berjalan. Dengan jumlah yg dibayar masyarakat sebanyak Rp. 1.400 000. Urea subsidi dikali Rp. 100 000/sak, dan non subsidi dikali Rp. 300. 000/sak," bebernya.

Ia menambahkan, hal itu tentu mencekik para petani dan masyarakat umumnya. Pola ini terjadi pada tiap tahun. 

"Hal ini selalu dilakukan dari tahun ke tahun, tentunya ada unsur kesengajaan yang dilakukan pihak CV agar dapat meraih keuntungan banyak. Bukan membantu masyarakat, melainkan menggunakan pola bisnis mencekik petani untuk keuntungan besar," pungkasnya. (KB-07)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.