PEREMPUAN : Pendidikan dan Politik - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

PEREMPUAN : Pendidikan dan Politik

Oleh : Edy Suparjan M.Pd

Tokoh perempuan dalam sejarah bangsa Indonesia adalah hal yang masih menarik untuk dituliskan dan sangat penting untuk dipelajari oleh generasi selanjutnya, mengingat selama ini perempuan selalu disudutkan baik secara politik maupun budaya. Munculnya streotipe-streotipe yang tidak baik ditengah masyarakat sangat merugikan kaum perempuan itu sendiri. Untuk itu generasi perempuan sekarang ini harus bercermin pada tokoh-tokoh perempuan yang berjasa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan. 

Membaca serta memahami sejarah perjuangan tokoh perempuan sangat bermanfaat bagi perkembangan karakter generasi perempuan sekarang ini. Apalagi perempuan yang ingin meniti karir di bidang sosial-politik. Perempuan yang tidak memahami sejarah justru cenderung akan menjadi korban praktik feodalisme serta korban arus banjir bandang Globalisasi yang kian marak menjadikan perempuan sebagai komoditas bisnis Fashion dan Iklan di TV. Menjual struktur tubuh perempuan agar menarik pelanggan lebih banyak. Itu yang terjadi sekarang ini. 

Bahkan dalam Historiografi Indonesia sejarah perempuan masih terpinggirkan, karena masih di dominasi oleh sejarah ketokohan laki-laki. Pada artikel ini, menulis kembali sejarah perempuan adalah merupakan tema utama dalam tulisan ini. perempuan harus menjadi tokoh utama dalam penulisan sejarah Indonesia agar tidak selalu laki-laki yang menjadi tokoh utama dalam pembahasan sejarah Nasional Indonesia. 

Penulis sangat berharap minimal ada keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam  catatan  sejarah Indonesia,  karena bagaimanapun  laki- laki  dan perempuan secara bersamaan hadir dalam setiap jejak sejarah di Indonesia. Tidak mungkin laki-laki bisa sukses tanpa didampingi oleh perempuan, begitu juga sebaliknya, contohnya saja. Yang memberi makan dan menyekolahkan Soekarno adalah Ibu Inggit Ganarsih, Janda yang menjadi istrinya ini merupakan Pahlawan bagi Soekarno. 

Pada tulisan ini penulis ingin mengulas kembali perjuangan Raden Ajeng Kartini sebagai tokoh perempuan yang sangat anti-Poligami dan memperjuangkan kesetaraan perempuan, begitu juga dengan Rahmah El-Yunusiyah seorang perempuan Minang yang sangat taat terhadap ajaran Islam, Rahmah tidak saja menyumbangkan ide emansipasi wanita, namun ia langsung mengimplementasikan dengan mendirikan sekolah khusus perempuan bernama Perguruan Dinniyah Putri. 

Perguruan Dinniyah ini juga menginspirasi terbentuk fakultas khusus mahasiswa di Universitas Al Azhar-Kairo. Bagi Rahmah apabaila ingin mencerdaskan manusia maka pendidikan harus ditangan perempuan. 

Kurang lengkap jikalau dalam tulisan ini tidak menyertakan tokoh perempuan yang sangat berjasa bagi kemajuan buruh serta seorang Jurnalis perempuan pertama di Indonesia ia adalah S.K Trimurti istri seorang pengetik naskah Proklamasi (Muh. Ibnu Sayuti). SK. Trimurti pernah menjadi Ketua Partai Buruh Indonesia lewat partai tersebut ia diangkat menjadi Menteri Perburuhan era Orde Lama. 


Dalam batasan tertentu tokoh-tokoh perempuan yang berjasa dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu, Pertama, perempuan-perempuan yang menarik simpatisan dari orang belanda tertentu karena menurut orang Belanda kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan patut dipuji, dihargai. Kedua, perempuan-perempuan yang membuat oran Belanda merasa heran dan terkejut karena dinilai berbeda dengan perempuan kebanyakan karena sifat dan karakternya melebihi seorang laki-laki yang tangguh dan perkasa, perempuan-perempuan ini adalah melakukan perlawanan terhadap para penjajah.

PERAN KARTINI

Kartini merupakan salah satu perempuan pemikir yang melampaui jamannya, ketika pada masa penjajahan kebanyakan perempuan hanya menerima nasibnya begitu saja, tapi oleh Kartini mengkritik pihak penjajah lewat tulisan-tulisan berupa surat. Kartini memang tidak bisa berbuat banyak hanya bisa memberikan ide dan perlawanan lewat tulisan, namun mampu mengambil perhatian orang-orang Belanda di jamannya. 


Kartini dalam proses perjuangannya dibantu oleh Belanda, berbeda dengan Rahmah El-Yunusiyyah yang menolak bantuan dari penjajah, Rahmah juga menolak Ordonansi Guru pada masa penjajahan Belanda. Kartini adalah perempuan yang sangat berprinsip, salah satu sikapnya yang sangat keras adalah Kartini menolak praktek Poligami. Penolakkan nya terhadap Poligami mungkin karena masa lalu Kartini yang sangat pahit dalam lingkungan Keluarganya, karena Ibu dari Kartini adalah Istri kedua dari Ayahnya, kemudian Kartini sendiri merupakan istri keempat dari Suaminya, Bupati Rembang, Joyodiningrat yang juga memiliki enam orang anak. hal ini menyebabkan Kartini sangat Anti-Poligami. 


Selain Poligami pemikiran Kartini yang sangat terkenal adalah mengenai pendidikan dan Kesetaraan, Kartini memaknai Pendidikan sebagai sarana perjuangan, artinya perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan dan perjuangan untuk kemerdekaan. Kartini sangat kecewa karena perempuan pada jaman itu terus dikungkung oleh budaya Patriarkhi. Lewat surat Kartini mencoba berhubungan dengan teman laki-laki yang sekolah di Belanda begitu juga dengan mereka yang sekolah di STOVIA salah satunya Abdul Rivai yang berasal dari Minangkabau. 


Dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon tanggal 30 September 1901, Kartini sudah memiliki gagasan yang cukup modern, ia sudah memiliki cita-cita untuk mempersatukan Indonesia muda yaitu Laki-laki dan perempuan dan pada jaman yang masih sangat kolot dan jauh sebelum berdirinya Budi Utomo dan Trikoro Darmo. Kartini menyerukan kepada kaum muda agar bersatu seperti suratnay dibawah ini : 


“Kaum Muda, wanita dan Pria, seharusnya saling berhubungan. Mereka seorang-seorang dapat berbuat sesuatu untuk mengangkat martabat bangsa kita. Tetapi jika kita semua bersatu, menyatupadukan kekuatan kita dan bekerjasama, hasil pekerjaan kita akan jauh lebih besar. Dalam persatuan letaknya kekuatan dan kekuasaan” William H. Frederick & Soeri Soeroto, (2005: 244). 


Dari tulisan kartini diatas dapat dipahami bahwa ide mengenai Emansipasi wanita serta persatuan pemuda dan pemudi saat itu sangatlah penting dalam menjemput kemerdekaan bangsa Indonesia. 
Perhatian Kartini terhadap kebebasan dan pendidikan bisa kita ketahui pada suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 31 Desember 1901. Tertulis dalam surat tersebut: “Oh, alangkah senang hati kami, bila dapat berhubungan dengan anak-anak muda bangsa kami yang terpelajar dan suka akan kemajuan, seperti Abdul Rivai dan lain-lain; menarik simpati mereka untuk usaha kami, alangkah baiknya”. G. Moedjanto, (2003:55). 


Abdul Rivai adalah orang Minang pertama yang menjadi dokter lulusan STOVIA, hampir seangkatan dengan dokter Wahidin Sudiro Husodo. Perhatian Kartini yang mengindonesia terhadap pendidikan sehingga ia merelakan beasiswanya dari Belanda diberikannya kepada Pemuda Salim (H. Agus Salim mantan Diplomat RI era Orde Lama).

RAHMAH EL-YUNUSIYYAH

Kemudian yang tidak kalah penting adalah peran Rahmah El-Yunusiyyah seorang putri Minang berasal dari keturunan Ulama yaitu syekh Muhammad Yunus (1846-1904  M), sementara dari garis Ummi  Rafi’ah (Ibunda Rahmah) masih dekat dengan Haji Miskin seorang ulama besar Mnangkabau yang terlibat dalam perang Paderi. 


Core Vreede dan De Stuers menyatakan  ketokohan  Rahmah  digambarkan menjadi dua sisi, pertama, seperti Ki Hajar Dewantara karena mendirikan sebuah lembaga  pendidikan  atas  inisiatif  sendiri. Kedua,  seperti  Kartini  karena  berjuang memperbaiki  posisi  perempuan  melalui pendidikan (Syafieh.blogspot.co.id,  2013).


Pandangan  Rahmah  mengenai  perempuan tidak terlepas dari ajaran yang dianutnya.  Beliau  menganggap  peermpuan adalah  pendidik  pertama  dan  utama  bagi anak-anak  yang  akan  menjadi  generasi penerus  bangsa. Untuk itu menurutnya, dalam merubah kedudukan perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum perempuan  yang diajarkan oleh kaum perempuan itu sendiri. 
Rahmah berpandangan bahwa Tujuan  pendidikan  perempuan adalah  meningkatkan kedudukan  kaum  perempuan  dalam masyarakat  melalui  pendidikan  modern yang  berlandaskan  prinsip-prinsip  Islam. 


Perjuangan Rahmah dalam memperluas  pendidikan  bagi  kaum  perempuan, tidak hanya di kota kelahirannya saja yaitu Padang Panjang. Beliau juga menyebarkan pengetahuan  yang  dimilikinya  sampai  ke Batavia  yang  sebelumnya  beliau  sudah keliling Sumatera hingga Malaka. Pada tahun  1935,  Rahmah  mendirikan  tiga  buah perguruan putri di Batavia (Jakarta) yaitu di Kwitang, Jatinegara, dan di  Tanah Abang. Pada masa pendudukan Jepang, perguruan tersebut tidak dapat diteruskan. 


Menjelang berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia, Rahmah sempat pula mendirikan empat buah lembaga pendidikan putri baru lainnya sebagai pengganti lembaga pendidikan  terdahulu.  Pada  tahun  1938  ia  mendirikan Yunior Institut Putri, sebuah sekolah umum setingkat dengan sekolah rakyat pada masa penjajahan Belanda atau Vervolgschool, Islamitisch Hollandse School (IHS) setingkat dengan HIS (Hollandsch Inlandse School), yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Selain itu ada sekolah DAMAI (Sekolah Dasar Masyarakat Indonesia) dan Kulliyatul Mu’allimin El Islamiyah  (KMI),  KMI didirikan karena kebutuhan masyarakat akan guru agama. Najmi dan Ofianto, (2016:81). 

Dalam penerapannya sistem pendidikan yang digunakan oleh Rahmah adalah menggunakan sistem pendidikan terpadu. Yaitu menggabungkan ketiga unsur (pengetahuan awal dalam lingkungan keluarga, yang didapatkan di sekolah dan yang diperoleh dari masyarakat). 


Dalam sistem terpadu ini, teori ilmu pengetahuan dan agama serta pengalaman  yang  dibawa  oleh  masing-masing murid dipraktekkan dan disempurnakan dalam  pendidikan  asrama  di  bawah  asuhan guru-guru asrama.


Dalam membangun sekolah Rahmah selalu diintai oleh Belanda, seluruh gerak-geriknya selalu diawasi oleh penjajah, menjadi rintangan besar Rahmah dalam memajukan sekolahnya. Namun, ketika Belanda ingin memberikan bantuan subsidi pendidikan  untuk sekolah yang Rahmah dirikan, tanpa basa basi langsung tolak. Rahmah adalah seorang nasionalis sejati yang tidak bisa tawar-menawar. Beliau juga  menolak  ordonansi  guru  yang  ingin diterapkan  Belanda  pada  sekolah-sekolah swasta. Pemerintah Belanda sangat menyoroti  dan  mengawasi  semua  kegiatan  di sekolah  Rahmah,  Diniyyah  Putri. Najmi dan Ofianto, (2016:81).

Pemerintah  kolonial  sangat  mencurigai sekolah tersebut sebagai sarana untuk revolusi dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ketika itu serta menjadi tameng untuk  mengadakan  perlawanan  terhadap pemerintah. Pada awalnya  Diniyyah Putri  muncul sebagai tantangan terhadap adat, dalam hal  ini  perempuan  ingin  melangkah melampaui  urusan  rumah  tangga.  


Dengan menggapai peran-peran di luar rumah (domestik)  yang  dapat  didukung  oleh penafsiran kaum modernis terhadap Islam, oleh karena itu kaum perempuan memperluas pengetahuan, jaringan, dan kemampuannya untuk ikut serta dalam wacana muslim  dan  nasionalis  yang  lebih  luas.  

Perempuan Minangkabau memiliki strategi alternatif,  selain  yang  disuarakan  oleh Diniyyah  Putri  menyangkut  bagaimana menjadi  seorang  muslim  tetapi  juga menyangkut tradisi adat Minangkabau yang membuat perempuan juga memiliki posisi yang  sama  dengan  laki- laki.  Ini  juga  dituangkan  oleh  Rahmah  dalam pemikirannya;  “membangun  masyarakat tanpa  mengikutsertakan  kaum  perempuan adalah  bagai  seekor  burung  yang  ingin terbang dengan satu sayap saja. Mendidik perempuan  berarti  mendidik  seluruh  manunsia.”

Menurut Taufik Ismail, pada Tahun 1955 Rektor Universitas Al Azhar-Kairo pernah berkunjung ke Dinniyah Putri, Rektor tersebut heran dan kagum, karena Universitas yang dipimpin telah berumur 1000 Tahun belum punya Jurusan perempuan, sepulang dari Padang Panjang Rektor langsung mendirikan Kulliyat Lil Banaat, Jurusan studi khusus untuk mahasiswi. Sehingga dua tahun setelah itu (1957), Rahmah diberi gelar Syaikah yaitu Doktor Honoris Causa oleh Universitas Al Azhar, pertama kali bagi Universitas Al Azhar memberikan gelar kepada perempuan yang sebelum itu orang Indonesia yang pernah mendapatkan gelar doktor honoris causa adalah ayah dari Buya Hamka yaitu H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) pada tahun 1926. dan Buya Hamka sendiri (H. Abdul Malik Karim Amrullah) pada tahun 1958. Taufik Ismail, (2005:xxviii)


SURASTRI KARMA TRIMURTI


S.K. Trimurti adalah seorang tokoh perempuan yang memiliki peran sangat besar  dalam  perjuangan  Indonesia.  Berguru  langsung  kepada  Soekarno  dan  berpartisipasi  aktif  dalam  Partindo  adalah  salah  satu  fase  penting  yang  membentuk kepribadian dan jiwa perjuangannya.  Dikenal berani, lantang, dan  sangat  nasionalis  S.K. Trimurti saat itu cukup merepotkan pemerintah Belanda. 


Soekarno sebagai sosok nasionalis yang amat dikenal masa pergerakan, bisa dikatakan maha guru bagi S.K. Trimurti. Pengaruh ajaran Soekarno  menjadi tombak bagi S.K. Trimurti  untuk  berjuang  tanpa  takut  dengan rintangan.  Keberanian  S.K.  Trimurti  untuk berjuang  melawan  Belanda  berangkat  dari kekagumannya atas ajaran Soekarno yang saat itu  disampaikan  lewat  pidato- pidatonya (Chudori, 1993:206).  


Pada jaman pra Kemerdekaan Keterlibatan  seorang perempuan  dalam  organisasi politik masih asing bagi sebagian masyarakat Indonesia pada saat itu. Aktifitas formal yang dilakoni oleh SK. Trimurti dalam sebuah parta politk adalah bentuk perwujudan kesadaran politik perempuan pada saat itu. 
Sepak terjang S.K.  Trimurti  dalam  pergulatannya  di  dunia politik maupun pers. Tidak terlepas dari  nama  besar  Sayuti  Melik  pengetik naskah  proklamasi,  yang  merupakan suaminya. 


Baik SK Trimurti maupun suaminya Sayuti sama-sama aktf dalam dunia pergerakan bahkan mereka berdua bisa dikata sebagai kakek dan nenek dari simbol bendera merah dan aliran kiri pada jaman itu, mengapa tidak, SK Trimurti langsung belajar Marxisme lewat Soekarno begitu juga dengan Sayuti Melik. Kedekatan SK trimurti dengan Soekarno membuat mereka berdua terlibat langsung dalam peristiwa bersejarah yaitu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 depana kediamannya Soekarno. 

S.K. Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan Boyolali Karesidenan Surakarta.  Ayahnya  bernama  R.Ng. Salim Banjaransari  Mangunsuromo  dan  ibunya  bernama R.A.  Saparinten  Mangunbisomo.  Ayah  dan ibunya  terhitung  masih  abdi  dalem  Keraton Kasunan  Surakarta.  Sekolah  Dasar ditempuhnya  di  sekolah  Ongko  Loro  atau  Tweede  Inlandsche  School  (TIS).  


Lulus  dari TIS, atas kehendak ayahnya ia melanjutkan ke sekolah  guru  perempuan  atau  Meisjes  Normaal  School  (MNS)  yang  mempunyai  masa studi  selama  4  tahun.  Ia  merasa  cocok  juga menjadi guru karena itu diturutilah kehendak ayahnya  (Chudori,  1993:204).   Lulus  MNS dengan  nilai  memuaskan,  S.K.  Trimurti  bisa langsung  mengajar  di  Sekolah  Latihan.  Namun karena tidak betah dengan lingkungan di Sekolah Latihan ia memutuskan untuk keluar dan  berpindah  mengajar  ke  sekolah  Ongko Loro  di  Alun-Alun  Kidul  kota  Solo.  

Organisasi pertama perempaun yang ia masuki  adalah Rukun  Wanita  juga kerap mengikuti berbagai rapat- rapat yang diadakan  oleh  BU  (Budi  Utomo)  cabang Banyumas. Kemudian pada tahun 1948  melibatkan diri pada  KOWANI  (Kongres  Wanita Indonesia). Ia pernah menjadi ketua kelompok II  dalam  Badan  Pemeriksa  Penggantian  Undang-Undang  dan  Undang-Undang  Perkawinan  yang  ditetapkan  oleh  kongres  KOWANI di Solo pada tanggal 26-28 Agustus 1948. Puncak dari keikutsertaan S.K.Trimurti dalam  organisasi  perempuan  adalah  saat dirinya  bersama  dengan  beberapa  teman seperjuangan  mendirikan  organisasi  wanita yang dinamakan Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia  Sedar)  (Chudori,  1993:230). Gerwis melakukan Kongres pertama tanggal 3-6 Juni  1950.  


Kongres  berhasil  memilih  pengurus  besar  Gerwis  dengan  ketua  terpilih  yaitu Tris  Metty  dari  Semarang,  ketua  II  Umi Sarjono dari Surabaya, sementara SK.Trimurti sebagai  wakil  dari  Yogyakarta  menjabat  sebagai  ketua  III. Dan tidak lama Tris Metty digantikan oleh SK Trimurti. Salah satu alasan mengapa Metty digeser karena dia perempuan Lesbian. Dalam perjalanannya Gerwis tidak lagi independen setelah berubah namanya menjadi Gerwani organisasi ini mulai dekat dengan PKI untuk kepentingan politik pemilu pada tahun 1955. 

Pada september  1932 Soekarno berkesempatan untuk berkeliling ke Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka memperluas Partindo, dalam kesempatan tersebut Purwokerto juga dihadiri oleh Soekarno dalam kesempatan inilah SK Trimurti dapat melihat langsung Soekarno, sehingga membuat SK Trimurti simpatik dengan pidato Soekarno. akibat pengaruh pidato Soekarno yang berisi Anti-Imperialisme dan Anti-Kolonialisme, SK Trimurti tanpa ragu-ragu melepaskan status nya sebagai guru negeri dan langsung masuk partai Partindo Cabang Bandung. Sebagaiman dalam ungkapannya dibawah ini. 


  “Saya  sendiri  masuk  kepada  partai politik  itu  pada  tahun  1933.  Waktu  itu  saya berada di Bandung. Saya berguru pada Bung Karno, belajar politik pada beliau.”  (Trimurti, 1986:116). 

Selang beberapa tahun Partindo agak mandek, karena Soekarno ditahan oleh Belanda tepatnya Tanggal  1  Agustus  1933. Akibat masuknya Soekarno di penjara, Partindo mulai kehilangan Ruhnya, sehingga mempengaruhi SK trimurti untuk pindah ke Klaten-Jawa Tengah. Saat berada di Klaten ini S.K.Trimurti  menulis  untuk  surat  kabar Berdjoeang  pimpinan Doel Arnowo. Tidak puas di Klaten akhirnya SK Trimurti pindah ke Pusat Kota Yogyakarta. 

Disinilah SK Trimurti dengan kawan-kawannya membangun sebuah organisasi yang bernama Persatuan Marhaeni Indonesia posisinya hanya sebagai wakil ketua sementara yang ketua adalah Sri Panggihan. Tujuan berdirinya organisasi ini sebagai wadah pendidikan politik perempuan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 

Pada tahun  1935  ia  dan  teman-temannya  di  Solo mendirikan majalah Bedug yang bertujuan untuk  komunikasi  mengenai  perjuangan  rakyat dan untuk  menggugah hati  rakyat supaya sadar dengan nasibnya sebagai bangsa terjajah. Karena menggunakan bahasa Jawa majalah Bedug tidak bertahan lama hanya setahun, kemudian berganti nama dengan Terompet namun lagi-lagi setelah sekali terbit majalah ini pun tidak aktif lagi. 


SK Trimurti contoh perempuan yang konsisten dan tegas serta tidak pernah kapok dalam berpolitik,  suatu saat ia pernah dipenjara oleh Belanda lantaran ia menulis di pamflet-pamflet ilegal, justru setelah keluar dari penjara SK Trimurti bergabung sebagai anggota Gerindo. Gerindo merupakan organisasi yang sangat radikal pada masa itu, apalagi pemimpinnya adalah Amir Syarifuddin yang pernah menjadi perdana Menteri setelah Sutan Syahrir dan yang melakukan pemberontakan bersama Muso pada Peristiwa Madiun 1948 dan tertembak mati bersama Muso. 


SK Trimurti merupakan saksi mata saat rapat BPUPKI, kemudian salah seorang yang terlibat pada Peristiwa Proklamasi, sebelum terbentuk Kabinet SK trimurti bergabung juga dalam KNIP sebuah badan yang membantu Presiden untuk menyusun Kabinet sebelum terbentuk DPR/MPR. Pasca  kemerdekaan,  S.K.  Trimurti memilih untuk menjadi anggota Partai Buruh Indonesia,  bahkan  kemudian  menjadi ketuanya  (Trimurti, 1986:119). 


SK Trimurti merupakan tokoh perempuan yang sangat unik sekaligus cerdas dan pemberani paling tidak ketika pra Kemerdekaan disaat-saat keadaan krusial dan setelah Kemerdekaan sebelum ada tokoh perempuan muncul di pentas politik, SK Trimurti sudah mengisi kemerdekaan dengan menjadi Menteri Perburuhan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, pertama dan satu-satunya perempuan di masa itu. 


Hal inilah tidak lepas dari sepak terjangnya memperjuangkan hak-hak buruh disaat ia menjadi pengurus Partai Buruh Indonesia. Karena prestasinya SK Trimurti melahirkan Undang-Undang  Perburuhan  yaitu  Undang-Undang  Kecelakaan  No.  33  tahun  1947. Dan menyusun UndangUndang Kerja yang baru disahkan pada masa Kabinet  Hatta  tahun  1948.  

Perhatiannya  terhadap  pekerja  perempuan  sangat  besar,  sehingga Undang-Undang Perburuhan yang baru itu memuat beberapa pasal yang berkaitan dengan  posisi  perempuan.  Diantaranya  yang berkaitan  dengan  jam  kerja  perempuan.  Perempuan  dilarang  dipekerjakan  pada  malam hari kecuali perawat dan bidan. Kebijakan tersebut berhubungan dengan kondisi pada waktu  itu  yang  masih  rawan.  Bahkan  ia  juga mengeluarkan  hak  cuti  haid  bagi  buruh  perempuan (Chudori, 1993:229).


Dalam perjalanannya PBI bergabung dengan Front Demokrasi Rakyat sebagai organisasi gabungan yang menolak Kabinet Hatta. PKI dan Partai Sosialis bergabung atau meleburkan diri dan melakukan pemberontakan Madiun pada tahun 1948. Namun, karena FDR dileburkan dengan PKI ia menolak, sehingga ia pun lolos dari interogasi aparat. 


Setelah lepas dari Menteri SK Trimurti menjadi anggota Dewan  Perancang Nasional  (Depernas)  yang  diketuai  oleh  Mohammad Yamin. Tahun 1959 presiden membentuk  MPRS,  SK.Trimurti  ikut  terpilih  sebagai anggota di MPRS.


Pada jaman Orde Baru SK Trimurti merupakan salah seorang anggota  Petisi  50  yang berisi  tentang  kritikan  terhadap  pidato  Presiden Soeharto pada tanggal 27 Maret 1980 di depan rapat pimpinan ABRI yang diadakan di Pekan Baru. Selain itu Petisi 50 juga mengkritik pidato Presiden Soeharto pada HUT Kopassandhaa di  Cijantung  pada 6  April 1980. 


SK Trimurti bisa dikatakan adalah Perempuan yang gila menulis, kecintaan nya terhadap dunia menulis ketika ia mulai belajar dari Soekarno, dan pertama kali menulis di Fikiran Rakyat sebuah majalah tempat menulisnya tokoh-tokoh Partindo salah satunya Soekarno sendiri. 


Ia mulai fokus menulis ketika ia menjadi pengurus Persatuan Marhaeni Indonesia kebetulan organisasi ini memiliki majalah Suara Marhaeni. Ketika SK Trimurti telah menikah dengan Sayuti Melik mendirikan majalah yang bernama Pesat yang tidak lama setelah kedatangan Jepang semua yang berbau Jurnalis ditutup kecuali yang dikelola oleh pihak Jepang.    

Bahkan setelah Indonesia Merdeka SK Trimurti tidak berhenti menulis.  lewat Api  Kartini  dan  Harian  Rakyat  ia sering menulis untuk memperjuangkan nasib perempuan lewat tulisan tujuannya agar kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki. Pada Tahun  1975  S.K.  Trimurti mendirikan  majalah Mawas Diri. 


Iklim  yang  berbeda  membuat S.K.Trimurti  banting  stir  mengenai  tema penulisan di majalahnya. Ia tak melulu menulis  masalah  politik,  namun  juga  menulis  tentang  sosial  ekonomi,  wanita,  dan  perburuhan di  Kedaulatan  Rakyat,  Majalah  Gema Angkatan  45,  Majalah  Suara  Perwari, Majalah  Pradjoerit, Harian  Nasional, dan Majalah Revolusioner. Ia beranggapan bahwa majalah politik tak lagi sesuai karena keadaan negara tidak lagi dijajah walaupun negara demokratis seperti  yang  ia  dan  teman- teman  seperjuangannya  impikan  belum  sepenuhnya  terwujud.


Menjelang tahun 1965 Sayuti Melik menulis mengenai Marhaenisme di majalah Suluh  Indonesia.  Dalam tulisan tersebut  membahas tentang Nasionalis, Agama,  dan  Sosialis. Sayuti  beranggapan bahwa  Marhaenisme  yang  dicetuskan  oleh Soekarno  tidak  dipengaruhi  oleh  Marxisme maupun  Leninisme.  


Tulisan Sayuti tersebut membuat PKI tersinggung, karena bagi mereka, berarti PKI telah salah menafsirkan Nasakom.  Akibat dari tulisan tersebut rumah SK Trimurti didatangi oleh pengurus PKI dan Gerwani. Tapi sebelum kejadian ini, SK Trimurti sudah tidak aktif lagi di Gerwani. 


Karena sudah merasa tidak sehaluan lagi dengan Gerwani karena intervensi yaang dilakukan PKI. Menurut Umi Sarjono “Trimurti sangat kecewa dengan dominasi PKI. Tokoh wanita yang mereka kehendaki  dikirim  dari  atas,  mereka  itu umumnya  orang  baru  di  organisasi”(Weiringa, 2010:224). Karena tulisan Sayuti  Melik  bagi  Gerwani  juga  tidak  menyenangkan. SK Trimurti dipanggil ke kantor pusat. Oleh pengurus Gerwani disuruh pilih ikut Gerwani atau suami. 

Akhirnya S.K. Trimurti memilih untuk berada di pihak suaminya. “Saya tidak dapat  berdiri  di  atas  dua  perahu.  Dengan  ini saya  menyatakan  bahwa  saya  berdiri  di samping suami saya!” (Soebagijo,1982:214). Lebih formal SK Trimurti mengundurkan diri dari PKI sebagaimana dalam pernyataan kepada DN. Aidit. Ia menyatakan, “Saya tidak bisa menjadi anggota PKI (lagi). Saya tidak dapat menerima keseluruhannya;pandangan falsafahnya yang didasarkan atas paham materialisme”. Subagio dalam Taufik Ismail (2005:xi).


Pasca Gestapu dan pembersihan anggota MPR dari unsur-unsur PKI, terbentuklah  MPRS  yang  berlaku  sampai  pemilu  diadakan.  S.K.Trimurti dipercaya untuk duduk di MPRS, hal itu seperti  yang  terjadi  ketika  masa  pemerintahan Soekarno  saat  dirinya  juga  diminta  duduk  di MPRS setelah Soekarno mengeluarkan dekrit presiden  1959.  Setelah  itu  S.K.Trimurti  banyak  menyibukkan  diri  pada  YTKI  (Yayasan Tenaga Kerja Indonesia) sebagai Dewan Pimpinan. Kegiatan YTKI lebih banyak pada kursus,  pendidikan,  lokakarya  dan  seminar  tentang tenaga kerja Indonesia. 


SK Trimurti adalah Aktivis perempuan  atau  jurnalis perempuan.  Ia adalah salah satu tokoh kemerdekaan yang dipandang  gigih  memperjuangkan  kebebasan  pers, kebebasan berekspresi dan hak kaum tertindas terutama  perempuan.  Ia memperjuangkan hak-hak perempuan baik lewat tulisan maupun lewat organisasi politik. SK Trimurti adalah tokoh perempuan yang sangat gesit memperjuangkan hak-hak buruh di Indonesia. Sepak terjang SK Trimurti layak dan pantas diketahui oleh generasi sekarang terlebih perempuan TKW, Jurnalis maupun politikus.  


Tokoh perempuan yang satu ini termasuk tokoh Nasional yang cukup lama hidup mulai memperjuangkan kemerdekaan, kemudian mengisi kemerdekaan dan merasakan hasil kemerdekaan pada era Reformasi. Tepat pada tanggal 20  Mei  2008.  Perempuan pejuang dari Sawahan ini meninggal dunia pada pukul 18.30 WIB  di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat  dengan usian 96 Tahun (Kedaulatan Rakyat, 21 Mei 2008). Meninggalnya tokoh ini bertepatan dengan Hari 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional. Ternyata satu jam sebelum meninggalnya SK Trimurti di Singapura telah wafat juga tokoh Nasional, Ali Sadikin mantan Gubernur DKI Jakarta dan pelopor Petisi 50”. Ali  Sadikin  yang meninggal  di  Singapura  sekitar  pukul  17.30 WIB pada usia 82 tahun  (Kedaulatan Rakyat, 21 Mei 2008).


KESIMPULAN

Kartini adalah seorang tokoh perempuan yang mempelopori gerakan Emansipasi wanita atau memperjuangkan kesetaraan kaum perempuan dengan laki-laki. Kartini adalah pendekar bagi kaum perempuan pada masanya dan masa sekarang. Ide-ide brilyannya melampaui jamannya, antara lain anti-poligami, pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, pentingnya persatuan pemuda-pemudi untuk tercapainya kemerdekaan.


Kartini sangat berharap perempuan melepaskan diri dari kungkungan budaya Feodalisme, Kartini menginginkan perempuan bergaul dengan laki-laki sebagaimana yang ada di eropa. 

Tulisan-tulisan Kartini mengundang simpatik orang-orang Belanda. Sehingga ia mendapatkan Beasiswa untuk sekolah dari Belanda. Namun beasiswa tersebut ia berikan kepada pemuda Salim seorang Riau-Sumatera. 

Sementara perempuan Minangkabau sekalipun budaya feodal masih sama-sama kental, di Minangkabau poligami adalah sesuatu hal yang lumrah, karena laki-laki jarang dirumah mencari nafkah, dalam adat Minang menikah hanya untuk mempunyai keturunan. Praktek menjodohkan dan rela di madu merupakan bagian dari budaya ,Minang yang kental dengan adat Islam. Munculnya perlawanan baik Kartini maupun Rahmah merupakan reaksi keras dari adat yang membatasi kebebasan kaum perempuan. 


Kisah Kartini dan Rahmah memiliki perbedaan dan kesamaan. Mereka berdua sama hidup pada jaman kuatnya pengaruh feodal dalam kehidupan mereka sehingga posisi perempuan tidak di perhatikan. Mereka berdua juga sama-sama memperjuangkan emansipasi wanita dan pendidikan. Perbedaannya Kartini memperjuangkan hak perempuan lewat tulisan, sementara Rahmah langsung mendirikan sekolah khusus perempuan bernama Dinniyah Putri. Untuk mencetak generasi perempuan yang cerdas dan bermartabat. 


Begitu juga dengan SK Trimurti perempuan yang satu ini identik dengan aktifitas politiknya yang sangat radikal,  perhatiannya  terhadap  perempuan memang  sangat  besar.  Mulai dari bergabung dengan Rukun Wanita, Gerwis sampai kepuncak menduduki jabatan politik yaitu menteri Perburuhan pertama sehingga ia dapat memperjuangkan hak-hak buruh dalam posisinya dalam Kabinet. Bisa dikata SK Trimurti merupakan perempuan radikal yang memahami Marxisme sampai ke urat nadinya, ia belajar langsung kepada sang mentor Bung Karno termasuk juga dalam hal menulis.


Ketiga tokoh perempuan tersebut, diharapkan dapat mewakili peran perempuan saat ini. Kartini dengan gerakan emansipasinya, memperjuangkan hak-hak politik perempuan lewat tulisan, Rahmah dengan gerakan pembaharunya memperjuangkan martabat perempaun lewat pendidikan sekolah Dinniyah Putri. 

Dan yang terakhir SK Trimurti sebagai contoh perempuan yang ulet dan radikal memperjuangkan hak-hak perempuan lewat organisasi politik sampai ke kabinet.  Semoga artikel ini, bermanfaat bagi pembaca lebih khususnya kaum perempuan, perempuan merupakan tiang negara, kalau perempuan rusak maka hancurlah suatu bangsa. 

Bangsa akan menjadi biadab tidak beradab, karena sendi moral sebagai rohnya suatu bangsa tergoyahkan. Kalau perempuan bobrok maka generasi akan bobrok, karena guru yang utama mendidik manusia adalah kaum perempuan. HIDUP PEREMPUAN...

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.