Ada Fakta Lain Dibalik Pengadaan Obat Rp 3.6 M di Dikes - Kabar Bima - Portal Berita Bima Terbaru

Header Ads

Ada Fakta Lain Dibalik Pengadaan Obat Rp 3.6 M di Dikes

Bima, KB.- Belum selesai polemik pengadaan obat oleh Dinas Kesahatan Kabupaten Bima dengan anggaran Rp. 3,6 Miliyar dan terealisasi Rp. 3,4 M beberapa waktu lalu, kini terungkap fakta baru melalui pihak Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK). Fakta-fakta itu terkuak melalui pengungkapan salah satu staf IFK.

Sebelumnya pihak Dikes menjelaskan, pernah menyerahkan obat-obatan tersebut pada pihak IFK untuk didistribusikan. Namun, saat itu pengakuan dari pihak Dikes beberapa hari lalu, pihak IFK menolak perintah untuk mendistribusikan obat tersebut. 

Terkait pernyataan tersebut, terbantahkan oleh pengakuan salah satu staf IFK,  Sita Awalunisah, S.Si, APT, pada wartawan, Senin (11/03/2019). Ia mengaku tidak pernah dihubungi untuk mendistribusikan obat-obatan itu. "Pihak Dikes tidak pernah menghubungi untuk itu. Karena saat itu mba Yuni cuti menikah. Jadi, saya standbay di kantor dan selama itu tidak pernah pihak dinas menghubungi kami untuk mendistribusikan obat," ungkapnya tegas.


Sementara itu Kepala IFK, Nurkasna Wahyuni, S.Si, Apt, Mars, mengaku, di tahun 2018 dirinya tidak pernah berkomunikasi dan dilibatkan baik dalam kegiatan apapun. Terlebih, mengenai pengadaan obat-obatan dengan anggaran yang cukup besar tersebut.

"Selama tahun 2018 kemarin, saya tidak pernah komunikasi dengan pihak Dikes. Apalagi dengan Kepala Dikes. Baik itu melalui  telepon atau pun berhadapan langsung. Terlebih dalam hal pengadaan obat tersebut," ungkap Yuni.

Dia mengatakan, mestinya, dirinya yang memiliki andil dalam hal pendistribusian obat. Yakni dalam hal itu, setelah diserahkan kepada IFK, atau yang dimaksud Pihak Kedua.

“Saya memiliki kewenangan untuk mendistribusikan obat setelah diserah Terima  (PHO) oleh Team,” katanya.

IFK memiliki kewenangan dalam hal perencanaan kebutuhan obat. Yakni, perancangan perencanaan kebutuhan obat-obatan dari 21 Pukskesmas di Kabupaten Bima, akan disortir ke pihak IFK, lalu kemudian diserahkan kepada Dikes. "Semua perencanaan kebutuhan obat itu, sebenarnya akan direkomendasikan oleh IFK lalu kemudian direalisasikan oleh Dikes yang membelanjakan obat-obatan tersebut,"katanya. 

Sedangkan pada kenyataannya, tidak demikian. Data perencanaan pengadaan obat dari Dikes pun tidak sesuai dengan Data perencanaan kami yang diserahkan oleh pihak puskesmas yang ada. "Karena memang itu tadi, saya tidak pernah dihubungi atau pun komunikasikan dengan pihak Dikes. Nah, setelah dibelanjakan, tugas kami memang yang akan mendistribusikannya," bebernya.

Lanjutnya, bagaimana dirinya bisa distribusikan, sedangkan dinas sendiri pada tahun 2018, tidak pernah memberikan serah terima Obat-obatan kepada IFK. Yuni juga membeberkan,  beberapa waktu kemarin, di Tahun 2019 ini, Sekertaris Dinas datang kerumahnya meminta untuk menandatangani semua berkas pengadaan obat tersebut.

"Dia datang meminta saya untuk menandatangani surat serah terima barang, pastinya saya menolak. Yang namanya serah terima mesti ada barangnya, tidak boleh hanya menandatangani sesuatu hal yang tidak diketahui, apakah barang sesuai perencaan atau tidak, harusnya kan seperti itu," tegasnya.

Yuni mengungkapkan lagi, anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018 itu, melebihi dari data yang mencuat sekarang ini. Dan perencanaan kebutuhan obat pun tidak sesuai dengan perencanaan IFK, yang merupakan hasil yang disortir oleh setiap Puskesmas.

“Perencanaan kita Rp.3,8 miliar. Aaya heran kenapa menjadi Rp. 3’6 miliar dan realisasinya Rp. 3.4 Miliar. Dan obat-obatnya pun tidak sesuai yang direncanakan," ungkapnya.

Menyinggung soal dana 400 Juta Rupiah diperuntukan biaya pendistribusian obat-obatan yang tidak terpakai, Yuni dengan senyum khasnya mengatakan anggaran itu memang tidak terpakai karena tidak ada pendistribusian. “Gimana mau gunakan anggaran itu, sementara obatnya tidak diberikan oleh Dinas,” singkatnya.

Untuk diketahui, sebelum didistribusikan barangnya, harus diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai atau tidak. Karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nantinya, pasti memeriksa IFK selaku penanggung jawab distribusi obat. (KB-07)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.