Maman Sorot Temuan BPK Soal Pengadaan Obat di Dikes
Bima, KB.- Hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, terkait pengadaan bahan obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi 2018 lalu, di Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Bima dengan anggaran sebesar Rp. 3,6 Miliar menjadi perhatian publik saat ini.
Muhammad Aminurlah SE. |
Temuan BPK tersebut juga menjadi perhatian khusus Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bima, Muhammad Aminurlah SE. Dihadapan sejumlah wartawan pada Rabu (06/03/2019), lelaki yang akrab disapa Maman itu menyoroti hasil temuan tersebut.
"Setiap tahun pengadaan obat ini, memang tidak pernah melalui mekanisme atau pun prosedur yang ditetapkan. Wajar saja ketika hari ini ada temuan dari BPK," ungkap politisi yang juga ketua DPD II PAN Kabupaten Bima.
Ia mengatakan, pengadaan tersebut, harus ada perencanaan mulai dari pihak Puskesmas. Sebab, melalui itu, kebutuhan obat pada setiap PKM dapat diketahui, hingga temuan-temuan seperti itu dapat terhindari.
"Mestinya obat yang didistribusikan itu harus ada perencanaan dari puskesmas sendiri. Artinya, dalam hal ini untuk mengetahui obat-obat apa saja yang dibutuhkan atau yang mesti diadakan. Dan yang memiliki tupoksi dalam hal pendistribusian itu, adalah pihak Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK), bukan Dikes atau pun PPK," katanya.
Dilanjutnya, ia menduga ada kejanggalan pada pendistribusian, yakni tidak prosedural. Sehingga, pihak BPK mendapatkan temuan di beberapa PKM. Ada kekurangan dalam pengadaan obat-obatan dengan anggaran yang cukup fantastis itu.
"Pengadaan obat tersebut tidak berdasarkan kebutuhan atau perencanaan dari pihak PKM. Melainkan, pihak Dikes sendiri yang langsung mendistribusikan obat tersebut ke pihak PKM. Tanpa mengetahui obat-obat apa yang dibutuhkan. Akhirnya, apa yang terjadi sekarang, memang sudah salah dari awal. Jadi, wajar saja ada temuan BPK pada beberapa PKM di Kabupaten Bima, yakni terkait pengadaan obat tersebut," tudingnya.
Dijelaskannya, mekanisme pendistribusian obat-obatan itu, mestinya melalui Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK). Setelah PPK menyelesaikan tugasnya, lalu PHO kepada pihak IFK.
"Seharusnya obat itu ditampung dulu pada gudang Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK), lalu mereka yang mempunyai tupoksi pendistribusian obat di setiap puskesmas yang ada. Dan tentunya semua itu, setelah proses PHO dilakukan. Itulah mekanismenya yang mesti diikuti. Lah ini, malah Dikes sendiri yang distribusikan, lalu ada apa dibalik semua ini? sampai ada temuan BPK hari ini, walau saya belum baca hasil LHP BPK, tapi saya dengar-dengar ada temuan BPK soal pengadaan obat dengan anggaran Rp. 3,6 Miliar itu," jelasnya.
Ia menegaskan, besar indikasi penyimpangan yang dilakukan dalam proses pengadaan sampai pada pendistribusian obat tersebut. Sehingga, mencuat isu terkait banyaknya kekurangan obat yang ditemukan pada beberapa PKM.
"Saya tegaskan ada apa dibalik itu. Dan selama ini banyak kekurangan obat atau banyak item-item obat yang tidak ada. Apa sebenarnya dibalik ini gitu loh," tegasnya.
Menurut Maman, terjadinya kekurangan obat pada setiap tahun diakibatkan tindakan-tindakan yang tidak prosedural tersebut. Karena, pengadaanya tidak sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Kenapa sebelumnya terjadi kelangkaan obat, sebab pengadaanya tidak sesuai dengan aturan itu sendiri. BPK juga jangan main-main dengan auditnya. Persoalan ini harus dituntaskan, karena ini merugikan masyarakat. Siapa pun yang berperan dibalik ini baik Kadis, PPK atau bahkan Sekda, harus dituntaskan terkait temuan ini," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, Dr Ganis, yang dikonfirmasi via ponsel, mengatakan proses pengadaan obat tersebut, melalui cara E-Katalog.
"Biasa dikenal dengan Sistem informasi Elektronik yang memuat Daftar, Jenis, Spesifikasi teknis dan harga barang dan Dikes menggunakan E-Purchasing atau tata cara pembelian barang dan jasa melalui sistem Katalog Elektronik," jawabnya.
Saat disinggung soal pendistribusian obat tersebut, dirinya tak menjawabnya lagi. (KB-07)
Tidak ada komentar