Krisis Regenarasi Petani di NTB
(ASN BPS Kabupaten Lombok Barat)
Munculnya pendemi virus corona telah memporak-porandakan berbagai sektor usaha kehidupan, termasuk sektor pariwisata yang merupakan sektor andalan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Akibat pemberlakukan pembatasan social berskala besar di berbagai wilayah, mengakibatkan sepinya kunjungan wisatawan di NTB sehingga penginapan hotel-hotel, penyediaan makan minum, transportasi, dan jasa-jasa pariwisata lainnya mengalami penurunan pendapatan. Dampaknya banyak tenaga kerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dari banyaknya usaha yang gulung tikar.
Di saat berbagai sektor usaha mengalami keterpurukan, namun lapangan usaha pertanian justru memberikan sumbangsih yang tinggi dalam pembentukan PDRB NTB yaitu sekitar 22,89 persen terhadap nilai tambah PDRB Provinsi NTB. Meskipun memberikan sumbangsih besar bagi peningkatan PDRB namun minat generasi muda menjadi petani sangat sedikit.
Turunnya minat generasi muda menjadi petani terlihat dari porsentase usia rata-rata rumah tangga usaha pertanian. Data survei pertanian antar sensus (SUTAS) 2018 Badan Pusat Statistik Provinsi NTB mencatat dari 666.375 rumah tangga usaha pertanian, hanya sekitar 22,74 persen generasi petani berusia dibawah 25 tahun yang masih berminat melanjutkan usaha dibidang pertanian.
Sementara itu sekitar 56,02 % rumah tangga usaha pertanian sudah berusia di atas 45 tahun yang artinya produktifitas kerjanya mulai menurun. Meskipun luas lahan pertanian di NTB cukup mendukung bagi penyerapan tenga kerja di bidang ini, yakni 280.125 Ha atau 14,02 % dari keseluruhan luas wilayah NTB, namun tidak menumbuhkan minat generasi mudanya untuk melanjutkan usaha pertani.
Justru Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari data hasil survei Sakernas Agustus 2019, NTB masih cukup tinggi yaitu sebesar 3,42%, yang artinya bahwa dari 100 orang angkatan kerja terdapat 3 sampai dengan 4 orang yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan.
Stigma generasi muda terhadap profesi petani masih dianggap pekerjaan ‘kasar’ yang tidak menjanjikan masa depan bila dibandingkan profesi lain seperti dokter, PNS, polisi, tentara, pengusaha, dan pekerja kantoran lainnya.
Sehingga banyak generasi muda berlomba-lomba mengejar pendidikan lebih baik agar keluar dari petani dan beralih profesi ke pekerjaan-pekerjaan lain yang menjanjikan masa depannya. Usaha pertanian masih dianggap sebagai alternatif apabila tidak mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik.
Faktor lain yang menyebabkan pertanian tidak menjadi pilihan generasi muda saat ini adalah hasil pertanian secara ekonomis tidak mampu meningkatkan kesejahteraan. Persentase pendapatan kelompok penduduk 40 persen terbawah sebagian besar berada dalam lapangan usaha pertanian. Sementara itu, nilai tukar pertani (NTP) Provinsi NTB per desember 2019 hanya sebesar 115,27. Nilai tukar petani menunjukkan indikator tingkat kesejahteraan petani yang merupakan perbandingan antara indeks yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani.
Bila trend penurunan minat generasi ini terus berlangsung kedepannya, bisa jadi NTB tidak lagi menjadi penyangga pangan nasional, bahkan akan mengalami krisis pangan karena tidak ada regenerasi yang akan melanjutkan ketersedian pangan bagi masyarakat NTB.
Padahal, menurut data ketenagakerjaan Agustus 2019 Badan Pusat Statistik Provinsi NTB usaha pertanian menyerap sekitar 728.233 orang atau 30,47 persen penduduk NTB yang terserap pada lapangan usaha pertanian. Merujuk data jumlah rumah tangga usaha pertanian hasil Sensus Pertanian BPS NTB sejak tahun 2013, trend penurunan minat petani muda tercatat 16,57 persen penurunan jumlah rumah tangga usaha pertanian dibanding data hasil Sensus Pertanian 2003.
Menumbuhkan kembali minat generasi muda untuk bertani diperlukan proses yang berkelanjutan dan kemauan politik dari pemangku kepentingan agar profesi petani dapat memberikan garansi masa depan generasi muda.
Pemerintah perlu melakukan terobosan baru pada usaha pertanian dengan Pertama, Pemerintah perlu menginvestasikan anggaran disektor pertanian lebih besar dari sektor lainnya. Anggaran yang selama ini masih dibawah 10% dari APBD provinsi mapun kabupaten/kota perlu ditingkatkan sehingga bisa menghasilkan program-program kegiatan berskala besar disektor pertanian. Program besar terakhir dilakukan pemerintah provinsi adalah bumi sejuta sapi (BSS) tahun 2009 yang selama ini belum pernah dikukan lagi program-program terobosan semacam itu.
Munculnya program pertanian baru diharpakan dapat menaring anak-anak muda millennial untuk ikut berpartisipasi dalam proses bisnis berbagi program pemerintah tersebut. Sebut saja adanya program bumi sejuta sapi memunculkan peternakpeternak muda yang melaukan pengembangbiakan sapi diberbagai daerah.
Kedua, Modernisasi pola pertanian yang selama ini masih dilakukan secara tradisional perlu digantikan dengan pola pertanian yang modern, baik dari modernisasi alat, modernisasi pengolahan lahan pertanian, maupun modernisasi pemasaran produk pertanian.
Saat ini pengelolaan pertanian di NTB masih dikelola dengan cara tradisional karena mengikuti pola turun temurun dari generasi sebelumnya. Pola tradisional yang lebih mengandalkan fisik yang kuat, namun hasil yang diharapkan tidak sesuai sehingga tidak menumbuhkan minat petani muda untuk terjun didunia pertanian.
Modernisasi diharapkan memudahkan cara pengelolaan dan menumbuhkan minat lahirnya petani muda yang diharapkan mampu memberikan inovasi baru pada sektor pertanian, sehingga meningkatkan nilai produksi ditengah penyempitan lahan pertanian akibat pembangunan property. Pola pemasaran produk-produk pertanian masih dilakukan dalam bentuk barang mentah, perlu diolah dan dirubah ke produk-produk setengah jadi maupun jadi seperti produk jagung menjadi pakan atau makanan, produk bawang menjadi kemasan bawang goreng yang bisa dijual disupermarket modern, tembakau yang diolah menjadi menjadi produk rokok.
Adanya proses produksi melahirkan industri-industri pengolahan hasil pertanian yang dapat meningkatkan nilai jual produk pertanian dan penyerapan tenaga kerja.
Ketiga, menumbuhkan minat petani muda bertani dibutuhkan kemudahan modal usaha dalam memualai usaha pertanian. Selama ini, banyak petani meminjam pada rentenir, atau menggadaikan barang atau sertifikat sebagai modal pengolahan lahan dengan bunga tinggi mengakibatkan nilai ekonomi dari hasil jual produk petani menjadi rendah dan bahkan cenderung merugi.
Adanya kemudahan akses pinjaman modal di berbagai bank dapat memberi jalan ide inovasi baru kaum muda dapat terwujud. Meskipun selama ini ada program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian dari bank namun adanya jaminan dan batas pinjaman masih sedikit sehingga perlu ditingkat mengikuti kebutuhan modal usaha. Misalnya memulai budidaya udang vaname pada lahan tambak dibutuhkan modal diatas 100 juta dengan sistem budidaya intensif, sementara batasan modal selama ini berkisar 50 juta.
Keempat adalah riset berkelanjutan untuk merangsang munculnya keragaman variatas pertanian. Variatas pertanian masih merupakan hasil dari pembibitan terduhulu, sehingga produksi yang dihasilkan masih standart.
Misalnya bibit bawang yang rentan terhadap berbagai penyakit menyebabkan ongkos produksi menjadi tinggi karena kebutuhan obat-obatan pembasmi hama cukup mahal. Adanya riset diharapkan melahirkan bibit unggulan yang mampu tahan terhadap hama dan kondisi cuaca yang cocok dengan geografis Nusa Tenggara Barat.
Adanya perguruan tinggi yang membuka jurusan-jurusan dibidang pertanian diharapkan menghasilkan riset-riset berkelanjutan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi petani yang pada akhirnya hasil produksi dapat meningkat dan petani muda dapat melihat harapan masa depan dari usaha pertanian yang dilakukannya.
Regenerasi petani muda saat ini menjadi sangat penting di dalam menjaga kelangsungan pertanian, karena petani milenial sangatlah mungkin menjadi produsen yang lebih produktif dan adaptif terhadap perkembangan zaman dan juga perkembangan kebutuhan. Perlu disadari bahwa permintaan komoditas pertanian semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk di NTB.
Harapan kepada petani milenial nantinya adalah tidak hanya anak-anak milenial yang menjadi petani tetapi sosok-sosok milenial ini membawa perubahan dan perbaikan di dalam sektor agrobisnis di NTB ditengah sektor pariwisata terpuruk akibat pendemi covid 19.(*)
semoga generasi muda kembali melirik usaha pertanian. dengan menerapkan toknologi pertanian hasil yang diperoleh cukup menjanjikan. lahan yang sempit dapat diatasi dengan model tanam hidroponik terutama untuk tanaman horti
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus